"Allah tidak akan mengambil sesuatu dari kamu, kecuali Dia menggantinya dengan yang lebih baik" (LA TAHZAN)
Monday, February 22, 2010
Definisi & Sejarah Tari Topeng
Menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung gebang-Susukan-Cirebon, Marsita, kata topeng berasal dari kata” Taweng” yang berarti tertutup atau menutupi. Sedangkan menurut pendapat umum, istilah kata Topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka / kedok.
Berdasarkan asal katanya tersebut, maka tari Topeng pada dasarnya merupakan seni tari tradisional masyarakat Cirebon yang secara spesifik menonjolkan penggunaan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya.
Seperti yang telah diutarakan diatas, bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam seni tari topeng Cirebon mempunyai arti simbolik dan penuh pesan-pesan terselubung, baik dari jumlah kedok, warna kedok, jumlah gamelan pengiring dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan upaya para Wali dalam menyebarkan agama Islam dengan menggunakann kesenian Tari Topeng setelah media Dakwah kurang mendapat Respon dari masyarakat.
Jumlah Topeng / Kedok seluruhnya ada 9 (sembilan ) buah, yaitu : Panji, Samba atau Pamindo, Rumyang, Tumenggung atau Patih, Kelana atau Rahwana, Pentul, Nyo atau Semblep, Jinggananom dan Aki – aki. Dari kesembilan Topeng / Kedok tersebut yang dijadikan sebagai Kedok pokok hanya 5 (lima ) buah yaitu : Panji, Samba atau Pamindo, Rumyang, Tumenggung dan Kelana. Sedangkan empat kedok lainnya hanya digunakan apabila dibuat ceruta / lakon seperti cerita Jaka Blowo, Panji Blowo, Panji Gandrung dll.
Kelima kedok pokok tersebut disebut juga Topeng Panca Wanda artinya Topeng Lima Profil (Panca = Lima, Wanda = Profil )
SEJARAH PERKEMBANGAN
Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan – pesan terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa.
Dalam hubungan itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng Cirebon dapat dijadikan media komunikasi untuk dimanfaatkan secara positif.
Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam, Sultan Cirebon; Syekh Syarif Hidayatulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai tontonan dilingkungan Keraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan ( pengamen ) Seni Tari Topeng masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian rakyat setempat.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Tari Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Topeng Babakan atau dinaan. Adapun kekhususan dari perkembangan Tari Topeng di masyarakat umum tersebut adalah berupa penampilan 5 atau 9 Topeng dari tokoh –tokoh cerita panji.
*sumber www.sanggarsekarpandan.wordpress.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment